Harga sebuah Disiplin
Oleh : Maulidina
Siswi SMPN 2 Ambunten
Roni seorang siswa
di salah satu sekolah menengah pertama swasta. Roni sebenarnya termasuk siswa
yang pintar di sekolahnya. Namun dia terbilang kurang disiplin dalam mengatur
waktunya. Dia sering terlambat datang ke sekolahnya. Di rumahnya ia sulit bisa
bangun pagi jika tidak dibangunkan oleh ibunya. Selain itu, dia kerap kali
menyepelekan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Suatu hari, Roni
ditugaskan untuk mengikuti lomba antarsekolah di luar kota. Dia berangkat
bersama teman peserta lomba yang lain. Di sana ia tetap tidak bisa
menghilangkan kebiasaan yang kurang baik itu. Dia sulit sekali bangun pagi
sendiri. Hal inilah yang menyebabkan bukan hanya dia telat dalam registrasi
peserta lomba. Namun dia juga kehilangan kesempatan untuk mengikuti lomba yang
sudah dipercayakan oleh pihak sekolah terhadapnya.
Itok akhirnya
berangkat sendiri setelah tidak berhasil membangunkan Roni. Dia juga hampir
terlambat registrasi, karena panitia sudah siap mulai pukul 06.30. Itok merasa
kasihan kepada temannya, Roni. Dia telah kehilangan kesempatan untuk mengikuti
lomba yang mestinya Roni mampu bersaing dengan peserta lain.
(Untuk melanjutkan membaca, klik di bawah ini !)
Setelah lomba
selesai Itok kembali ke kamar tempat Itok dan Roni menginap. Dilihatnya Roni
sudah bangun dari tidurnya. Roni langsung kaget melihat Itok sudah datang dari
tempat lomba.
“Aku kok tidak dibangunin!” kata Roni setengah
menyalahkan Itok, temannya.
“Aku sudah berusaha membangunkanmu, tapi kamu
tidur seperti orang mati, sampe dipukul-pukul sama aku tapi tidak merespon
sedikitpun,” jawab Itok setengah jengkel.
“Sebenarnya kan
bisa ambilin air, langsung siramin ke mukaku,” kata Roni.
“Wah aku gak tau, daripada aku
juga terlambat, tak biarin kamu ngorok di tempat tidurmu,” kata Itok lagi-lagi
dengan nada jengkel.
“Gimana kata Pak
Romali besok,” kata Roni menyesali kejadian itu.
“Terserah,
urusan Lo, pokoknya aku udah berusaha,” jawab Itok
********
Keesokan harinya
saatnya dia akan kembali ke rumahnya. Temannya, Itok sudah selesai menunggu
pengumuman lomba tersebut. Roni dan Itok tinggal berberes-beres untuk pulang ke
kampungnya. Namun Roni sangat menyesali dirinya karena tidak mengikuti ajang
bergengsi itu.
Kabar tentang
Roni yang tidak ikut lomba karena ketiduran sudah diterima oleh guru binanya,
Pak Romali. Roni sepertinya tidak bergairah mau pulang ke kampungnya. Dia
merasa pasti disalahkan dengan gurunya. Dia diberi kepercayaan oleh sekolah,
diberi uang ongkos, dan uang jajan untuk mengikuti lomba, namun tidak jadi
ikut.
********
Pagi itu dia
sepertinya kurang bersemangat mau masuk sekolah. Dia masih membayangkan bahwa
dia pasti dipanggil oleh kesiswaan. Kabar ketidakikutannya dalam lomba memang
tidak diceritakan kepada ibu dan ayahnya.
“Kenapa kamu kok
sepertinya tidak bersemangat masuk ke sekolah,” tanya ibunya.
“Ya, Bu aku
masih capek, kan habis perjalanan kemarin,” aku Roni.
“Apa karena
tidak menang dalam lombanya kemarin?” tanya ibunya.
“Bukan itu Bu
masalahnya,” jawab Roni masih menyembunyikan rahasianya.
“Ya sudah sana
berangkat, hari sudah siang, kamu telat nanti,” suruh ibunya.
Sampai
di sekolah keadaan sudah sepi. Jam masuk sekolah sudah bebrbunyi setengah jam
yang lalu. Saat masuk pintu pagar sekolah Roni langsung berhubungan dengan Tim
Penegak Disiplin Sekolah karena dia terlambat. Sesaat kemuadian ada panggilan
dari pengeras suara bahwa Roni harus menghadap kesiswaan.
“Apa yang kamu
lakukan Roni kenapa kamu tidak menghadiri lomba itu?” tanya Pak Sastro bagian kesiswaan.
“Saya tidak bisa
bangun pagi jika tidak dibangunkan ibu saya, Pak,” Tutur Roni jujur.
“Lalu, kamu di
sana tertidur?” tanya Pak Sastro heran.
“Bukan tertidur,
Pak, tapi saya tidak bangun saat itu,” jawab Roni.
“Ya, sama itu
namanya,” kata Pak Sastro setengah jengkel.
“Maafin saya
Pak,” kata Roni dengan muka menunduk malu.
“Saya kecewa
kamu menyepelekan lomba yang begitu penting pada sekolah ini. Dan juga kamu
telah merusak kepercayaan saya,” kata Pak Sastro.
“Kesalahanmu fatal. Namun karena semua
prestasi yang pernah kamu raih dan atas prestasi itu kamu telah banyak
memberikan citra baik pada sekolah ini, saya tidak akan menghukum kamu atas
kesalahanmu ini. Tapi maaf dalam jangka satu bulan kamu harus datang ke sekolah
lebih awal dari siswa yang lainnya,” tegas kesiswaan terhadap Roni.
“Baik,
Pak,” balas Roni membantah pun percuma ini salahnya.
******
Dari pengalaman
kejadian ini, Roni bertekad untuk bisa hidup lebih disiplin lagi dari
sebelumnya. Dia berjanji pada dirinya untuk menghilangkan rasa malas yang
menjadi kebiasaan jeleknya.
Keesokan harinya
Roni berusaha bangun lebih pagi. Dia bergegas pergi ke kamar mandi, salat, lalu
bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Dia tidak ingin mengulang kebiasaan
malasnya yang lama dia lakukan.
Setelah sampai
di sekolah dia langsung menemui Pak Sastro yang sudah ada di ruangannya.
"Assalamualaikum
selamat pagi, Pak," sapa Roni terhadap Pak Sastro.
"Waalaikumslam
pagi Roni, ada apa pagi sekali kamu hari ini, apa ada yang bisa saya bantu?"
jawab Pak Sastro.
Pak Sastro kaget
atas kedatangan Roni ke sekolah yang sangat pagi, tidak seperti biasanya.
"Tidak ada
Pak, saya cuma ngejalanin apa yang Bapak perintahkan terhadap saya, yaitu dalam
jangka satu bulan saya harus datang ke sekolah lebih pagi dari siswa yang lain,"
jawab Roni polos.
"Roni,
apakah perubahan kamu saat ini hanya karena takut terhadap saya?" tanya
Pak Sastro.
"Tidak Pak,
perubahan saya saat ini, benar murni dari keinginan saya sendiri. Terus terang saya ingin berubah menjadi pribadi
yang lebih disiplin daripada sebelumnya, terutama dalam menjaga waktu, Pak,"
janji Roni tpada Pak Sastro.
"Baguslah,
saya kangum sama kamu Roni. Kamu mau mengakui dan menyadari kesalahanmu, bahkan
kamu mau berubah," puji Pak Sastro.
"Terima kasih,
Pak," jawab Roni senang atas pujian Pak Sastro.
"Sama-sama
Roni, " kata Pak Sastro.
"Ya, udah Pak
saya pamit masuk kelas,” pamit Roni.
"Iya Roni,
silakan!” jawab Pak Sastro.
Mulai saat
itulah perubahan Roni dimulai. Dia berusaha dan berjanji akan membuang
jauh-jauh kebiasaan malasnya. Dia tidak ingin kejadian konyol memalukan dan
mengecewakan itu terulang kembali. Dia ingin menjadi anak yang rajin belajar, rajin
bersekolah, dan taat beribadah.
MAULIDINA NUR AISYAH, biasa
dipanggil Maulidina. Dia lahir dan dibesarkan di sebuah desa yang jauh dari
kota tepatnya Desa Tambaagung Timur, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep.
Sejak SD, dia sudah memiliki hobi membaca dan menulis. Beberapa tulisannya
berupa catatan harian masih tersimpan di dalam catatan diarinya, bahkan masih
berlanjut hingga yang saat ini.
Kali ini dia bergabung dalam komunitas DUNIA LITERASI di sekolahnya yakni di SMP Negeri 2 Ambunten. Menurutnya dia baru mencoba menulis cerpen setelah mendapat bimbingan dari guru dan kepala sekolahnya tentang bagaimana cara menulis cerpen.
Berkat
dorongan tersebut
dia memberanikan diri mengirimkan naskah cerpennya dalam sebuah Program Nulis Bareng (Nubar) Antologi Cerpen Bersama
karya siswa-siswi
SMP/M.Ts se-Kabupaten Sumenep. Cerpen karyanya ini mungkin masih yang pertama
selama kegiatan menulisnya.
Untuk mengenal tentang diri penulis
bisa dilihat melalui media sosial miliknya:
Instagram : Maulidina
Email : Siregarnhaa@gmail.com
|
Cerita di atas cukup mengispirasi, ayo menulis terus ....!
BalasHapusAyo tulis komentar di sini sebagai bukti Anda membuka web sekolah dan telah membacanya !
BalasHapus