CITA-CITAOleh : Junaidi
SMP Negeri 2 Ambunten
SMP Negeri 2 Ambunten
Sutrisno adalah
seorang anak pedesaan yang kurang mampu, dan jauh darikeramaian kota. Sejak kecil Sutrisno bercita-cita ingin menjadi seorang guru yang sukses. Tapi karena
keadaan keluarga dan ekonominya yang kurang mampu, dia menjadi pesimis. Untung
saja apabila dia bisa menyelesaikan pendidikannya hingga di bangku SMA.
Dilihat dari
prestasi belajarnya, dia terbilang pandai. Hampir tiap semester dia menduduki
rangking bergengsi di kelasnya, minimal masuk tiga besar. Pernah dalam semester
dia berada pada rangking satu.
Saat di bangku
akhir SMA dia pernah bertanya kepada salah seorang guru BK di sekolahnya, Pak
Affandi. Dari guru BK-nya dia mendapatkan saran penjelasan yang bisa memacu
semangat Sutrisno.
"Assalamu
alaikum, Pak," sapa Sutrisno.
"Waalaikumsalam,
silahkan masuk," kata Pak Affandi.
“Saya mau
bertanya kepada Bapak guru," kata Sutrisno sedikit malu.
"Iya mau
bertanya apa silakan, Tris!" kata gurunya.
"Kalau mau
melanjutkan ke pendidikan tinggi kira-kira habis berapa biayanya, Pak?"
tanya Sutrisno memberanikan diri.
"Iya tergantung
jurusannya, kamu mau pilih jurusan apa?" tanya gurunya.
"Saya mau
ambil jurusan pendidikan matematika," jawab Trisno.
“Oh, kamu punya
cita-cita menjadi guru, ya?”
“Insya Allah,
Pak,” jawab Sutrisno tegas.
“Cita-citamu
bagus sekali, mudah-mudahan tercapai,” harap gurunya.
“Ya, mohon
doanya, Pak,” minta Sutrisno.
“Ya, maslah
biaya juga tergantung kamu. Kalau kamu bisa berhemat, ya tidak seberapa tinggi
biayanya,” jelas gurunya
“Maksud Bapak?”
tanya Sutrisno penasaran.
"Ya, di
sana nanti kan masih ada biaya hidupmu, biaya kost, makan dan sebagainya,"
kata gurunya.
“Terus .....?”
kata Sutrisno masih butuh penjelasan.
“Ya, kalau kamu
cari kost yang murah dan kamu bisa masak sendiri, kan bisa hemat,” jelas
gurunya.
“Oh, begitu
maksudnya,” kata Sutrisno sambil menganggukkan kepalanya.
“Gimana kalo
Trisno ikut program beasiswa, siapa tau dapat?" saran gurunya.
“Di mana itu Pak,
dan bagaiman caranya?" tanya Sutrisno.
"Ya, nanti
saya carikan perguruan tinggi yang menawarkan program itu," kata pak guru.
“Insya Allah saya
mau, Pak. Tapi mau ngasih tahu dulu sama
kedua orang tua," kata Sutrisno.
“Oh, yaa tidak
apa-apa, biar saya carikan informasinya," janji gurunya.
“ Ya, terima kasih
atas bantuannya, Pak," kata Sutrisno.
***************
(Untuk meneruskan membaca, klik menu di bawah ini)
Sepulang sekolah
Sutrisno menuturkan kepada ayah dan ibunya tentang apa yang telah dibicarakan
dengan gurunya di sekolah. Ayah ibunya hanya manggut-manggut saja. Mereka
seakan-akan berada dalam alam mimpinya, bahwa anaknya akan melanjutkan sekolah
hingga kuliah.
“Lalu bagaimana
cara mendapatkan biaya kuliah, Nak?” tanya ibu Sutisno.
“Jangan khawatir
dulu lha Bu,” potong ayahnya.
“Ya, kan Mas
sadar kalau pekerjaan Mas hanya sebagai petani kecil,” tukas ibu Sutrisno.
“Kan namanya
nasib orang tidak ada yang tahu, Bu,” jelas ayah Sutrisno.
“Iya, tapi kan
kita harus melihat kenyataan sekarang,” kata ibunya.
“Sekarang yang
mau dibuat uang jajan Sutrisno saja kadang-kadang kita perlu ngutang, bagaimana
bisa kuliah,” lanjut ibunya.
“Begini Bu,”
kata Sutrisno, dia baru diberikan kesempatan berbicara.
“Ya, bagaimana
menurutmu,” kata ibunya.
“Sekarang ini
kan ada beberapa program beasiswa. Saya sudah berkonsultasi dengan guru tentang
beasiswa. Pak Guru siap mencarikan informasi perguruan tinggi yang mengeluarkan
beasiswa,” jelas Sutrisno.
“Itu
seperti malappae manok ngabang, Nak. Artinya mengharap sesuatu yang jauh
dari kenyataan,” keraguan ibunya masih bersikukuh pada pendapatnya.
“Jangan seperti
itu Buk, ayo kita sama-sama berdoa, semoga anak kita bisa mencapai
cita-citanya,” kata ayahnya mennyadarkan hati ibu Sutrisno.
“Mohon doanya
ya, Bu agar cita-cita saya bisa tercapai,” minta Sutrisno kepada ayah dan ibunya.
“Aamiin,” jawab
ayah dan ibunya hampir bersamaan.
****************
Sekian bulan sudah berlalu. Tibalah saatnya
untuk mengikuti program tes beasiswa di sebuah perguruan tinggi yang berada di
salah satu kota besar. Gurunya memberikan informasi tentang pengajuan beasiswa
untuk anak yang berpretasi. Oleh gurunya Sutrisno disuruh menyiapkan
berkas-berkas yang dibutuhkan sebagai persyaratan. Ada beberapa persyaratan
yang harus diurus mulai dari keterangan kepala desa, beberapa berkas yang harus
difoto kopi.
Ayah dan ibu
Sutrisno mencari uang untuk menyelesaikan berkas-berkas yang diperlukan
termasuk ongkos gurunya yang mengurus berkas ke kota kabupaten.
Setelah berkas
persyaratan selesai, gurunya membantu mengirimkan berkasnya secara online karena Sutrisno tidak memiliki hanphone apa lagi laptop
“Semangat ya,
Sutrisno! Ayah ibumu di desa cukup berdoa saja," kata gurunya menyemangati Sutrisno.
“Siap Pak, saya akan berdoa termasuk orang tua saya," kata Sutrisno.
“Ya, kamu harus
yakin bahwa kamu pasti bisa bersaing dengan peserta yang lain,” saran gurunya.
“Iya Pak terima
kasih," kata Sutrisno.
“Sekarang kamu
tinggal menunggu pengumumannya,” kata gurunya.
************
Hampir tiap hari
Sutrisno menanyakan kepada gurunya. Sepertinya dia ingin segera tahu hasil
pengumuman itu.
“Belum keluar
ya, Pak,” tanya Sutrisno.
“Belum, nanti
pasi bapak kabari kalau sudah ada pengumuman,” jawab gurunya.
“Ya, orang tua
saya menyuruh saya untuk menanyakan, Pak,” kata Sutrisno.
“Tunggu saja,
kamu kan masih belum lulus,” kata gurunya.
Ketika itu
Sutrisno masuk sekolah seperti biasa. Sebelum bel istirahat ada pemberitahuan
atau panggilan bahwa Sutrisno disuruh menghadap ke ruang guru. Dengan hati dag
dig dug Sutrisno menuju ruang guru. Di ruang guru Sutrino disuruh menuju ruang
BK.
“Assalamu
alaikum,” sapa Sutrisno masuk ke ruang BK.
“Waalaikum
salam, silakan masuk,” jawab guru BK-nya.
“Selamat,”
lanjut gurunya sambil menyalami Sutrisno.
“Bagaiman, Pak,”
tanya Sutrisno hampir tak percaya.
“Alhamdulillah,
kamu diterima pada jurusan yang kamu pilih,” jelas gurunya.
“Alhamdulillah...
terima kasih, Pak. Terus bagaimana caranya ini, Pak?” tanya Sutrisno lagi.
“Kamu harus
menyetorkan berkas asli yang sudah dikirim online
waktu lalu,” kata gurunya.
“Jadi harus
datang ke kampus, ya Pak?” tanya Sutrisno.
“Ya, kamu
berangkat untuk mendaftar ulang.”
“Tapi saya tidak
berani berangkat sendiri, Pak,” kata Sutrisno.
“Maksudmu,”
tanya gurunya sambil mengernyitkan dahinya.
“Tolong antarkan
saya, Pak!” minta Sutrisno.
“Kan eman-eman
ongkosnya kalau saya ikut ngantarkan,” jelas gurunya.
“Tidak apa-apa
saya usahakan, Pak.” kata Sutrisno.
“Ya, silakan rembuk dulu dengan
orang tuanya,” saran gurunya.
*********
Saat pulang
sekolah Sutrisno langsung tancap gas menuju rumahnya. Dia sudah tidak sabar
ingin memberi kabar kepada orang tuanya. Sampai di rumahnya dia lang memanggil
ayah ibunya.
“Assalamu
alaikum.....!”
“Waalaikum
salam,” jawab ibunya yang sedang memasak di dapur.
“Alhamdulillah, Buk, aku berhasil
diterima,” kabar Sutrisno.
“Minggu depan aku harus berangkat
ke Malang bersama guruku.”
“Malang itu di mana, jauh ya, Nak?”
tanya ibunya karena memang tidak tahu Malang itu di mana.
“Ya, kira-kira perjalanan enam jam
dari sisi, Buk.”
“Aduh enam jam, naik apa itu?”
kejar ibunya.
“Ya, naik Bus, Buk,” jawab Sutirno
tanpa memberi tahu berapa ongkosnya ke sana.
“Ya, mudah-mudahan ayahmu dapat
pekerjaan untuk buat ongkosnya,” kata ibunya terlihat senang bercampur susah.
“Doakan ya, Buk!” harap Sutrisno.
“Pasti ibu doakan yang terbaik untukmu,
Nak,” kata ibunya.
Sutrisno agak
berat memberi tahu ibunya tentang besar ongkos yang harus disiapkan untuk
perjalanan ke Malang. Apa lagi dia harus menaggung ongkos gurunya yang akan
mengantarkan ke sana. Dia duduk termenung menunggu kedatangan ayahnya. Dia
berharap ayahnya terlihat senang menerima kabar ini. Dia juga berharap ayahnya
memiliki uang tabungan untuk dibuat ongkos perjalanan ke Malang.
Selesai
Profil Penulis
Penulis bernama lengkap Junaidi, kerap dipanggil Jun. Dia lahir dan dibesarkan di Sumenep. Sejak SD, dia sudah memiliki hobi membaca dan menulis. Selain itu dia memiliki bakat baca Qur an secara tartil.
Junaidi memiliki segudang bakat dan pengalaman. Dia sering menjadi bintang tamu atau tokoh dalam sebuah drama komedi di komunitasnya. Selain bakat dalam aktor komedi dia juga jago dalam dunia bela diri yakni dunia persilatan.
Kali ini dia bergabung dalam komunitas DUNIA LITERASI atas inisiatif gurunya. Menurutnya, dia baru mencoba menulis cerpen setelah diberi motivasi dan mendapat bimbingan langsung dari guru Bahasa Indonesianya.
Selain itu dia juga termotivasi oleh kepala sekolahnya menulis cerpen untuk diikutkan program Nulis Bareng sebuah buku Antologi Cerpen Bersama karya siswa-siswi SMP/M.Ts se-Kabupaten Sumenep yang digagas oleh forum MGMP Bahasa Indonesia SMP/M.Ts. Kabupaten Sumenep. Kali ini dia duduk di kelas akhir SMP Negeri 2 Ambunten. Pada periode 2021-2022 ini dia dipercaya sebagai ketua OSIS di sekolahnya. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar