TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG INI

Senin, 19 Desember 2022

Cerpen Karya Junaidi

 

CITA-CITA

Oleh : Junaidi
SMP Negeri 2 Ambunten

 

Sutrisno adalah seorang anak pedesaan yang kurang mampu, dan jauh darikeramaian  kota. Sejak kecil Sutrisno bercita-cita  ingin  menjadi seorang guru yang sukses. Tapi karena keadaan keluarga dan ekonominya yang kurang mampu, dia menjadi pesimis. Untung saja apabila dia bisa menyelesaikan pendidikannya hingga di bangku SMA.

Dilihat dari prestasi belajarnya, dia terbilang pandai. Hampir tiap semester dia menduduki rangking bergengsi di kelasnya, minimal masuk tiga besar. Pernah dalam semester dia berada pada rangking satu.

Saat di bangku akhir SMA dia pernah bertanya kepada salah seorang guru BK di sekolahnya, Pak Affandi. Dari guru BK-nya dia mendapatkan saran penjelasan yang bisa memacu semangat Sutrisno.

            "Assalamu alaikum, Pak," sapa Sutrisno.

"Waalaikumsalam, silahkan masuk," kata Pak Affandi.

“Saya mau bertanya kepada Bapak guru," kata Sutrisno sedikit malu.

"Iya mau bertanya apa silakan, Tris!" kata gurunya.

"Kalau mau melanjutkan ke pendidikan tinggi kira-kira habis berapa biayanya, Pak?" tanya Sutrisno memberanikan diri.

"Iya tergantung jurusannya, kamu mau pilih jurusan apa?" tanya gurunya.

"Saya mau ambil jurusan pendidikan matematika," jawab Trisno.

“Oh, kamu punya cita-cita menjadi guru, ya?”

“Insya Allah, Pak,” jawab Sutrisno tegas.

“Cita-citamu bagus sekali, mudah-mudahan tercapai,” harap gurunya.

“Ya, mohon doanya, Pak,” minta Sutrisno.

“Ya, maslah biaya juga tergantung kamu. Kalau kamu bisa berhemat, ya tidak seberapa tinggi biayanya,” jelas gurunya

“Maksud Bapak?” tanya Sutrisno penasaran.

"Ya, di sana nanti kan masih ada biaya hidupmu, biaya kost, makan dan sebagainya," kata gurunya.

“Terus .....?” kata Sutrisno masih butuh penjelasan.

“Ya, kalau kamu cari kost yang murah dan kamu bisa masak sendiri, kan bisa hemat,” jelas gurunya.

“Oh, begitu maksudnya,” kata Sutrisno sambil menganggukkan kepalanya.

“Gimana kalo Trisno ikut program beasiswa, siapa tau dapat?" saran gurunya.

“Di mana itu Pak, dan bagaiman caranya?" tanya Sutrisno.

"Ya, nanti saya carikan perguruan tinggi yang menawarkan program itu," kata pak guru.

“Insya Allah saya mau, Pak.  Tapi mau ngasih tahu dulu sama kedua orang tua," kata Sutrisno.

“Oh, yaa tidak apa-apa, biar saya carikan informasinya," janji gurunya.

“ Ya, terima kasih atas bantuannya, Pak," kata Sutrisno.

 

***************

 (Untuk meneruskan membaca, klik menu di bawah ini)

Sepulang sekolah Sutrisno menuturkan kepada ayah dan ibunya tentang apa yang telah dibicarakan dengan gurunya di sekolah. Ayah ibunya hanya manggut-manggut saja. Mereka seakan-akan berada dalam alam mimpinya, bahwa anaknya akan melanjutkan sekolah hingga kuliah.

“Lalu bagaimana cara mendapatkan biaya kuliah, Nak?” tanya ibu Sutisno.

“Jangan khawatir dulu lha Bu,” potong ayahnya.

“Ya, kan Mas sadar kalau pekerjaan Mas hanya sebagai petani kecil,” tukas ibu Sutrisno.

“Kan namanya nasib orang tidak ada yang tahu, Bu,” jelas ayah Sutrisno.

“Iya, tapi kan kita harus melihat kenyataan sekarang,” kata ibunya.

“Sekarang yang mau dibuat uang jajan Sutrisno saja kadang-kadang kita perlu ngutang, bagaimana bisa kuliah,” lanjut ibunya.

“Begini Bu,” kata Sutrisno, dia baru diberikan kesempatan berbicara.

“Ya, bagaimana menurutmu,” kata ibunya.

“Sekarang ini kan ada beberapa program beasiswa. Saya sudah berkonsultasi dengan guru tentang beasiswa. Pak Guru siap mencarikan informasi perguruan tinggi yang mengeluarkan beasiswa,” jelas Sutrisno.

“Itu seperti  malappae manok ngabang, Nak. Artinya mengharap sesuatu yang jauh dari kenyataan,” keraguan ibunya masih bersikukuh pada pendapatnya.

“Jangan seperti itu Buk, ayo kita sama-sama berdoa, semoga anak kita bisa mencapai cita-citanya,” kata ayahnya mennyadarkan hati ibu Sutrisno.

“Mohon doanya ya, Bu agar cita-cita saya bisa tercapai,” minta Sutrisno kepada ayah dan ibunya.

“Aamiin,” jawab ayah dan ibunya hampir bersamaan.

 

****************

 

 Sekian bulan sudah berlalu. Tibalah saatnya untuk mengikuti program tes beasiswa di sebuah perguruan tinggi yang berada di salah satu kota besar. Gurunya memberikan informasi tentang pengajuan beasiswa untuk anak yang berpretasi. Oleh gurunya Sutrisno disuruh menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan sebagai persyaratan. Ada beberapa persyaratan yang harus diurus mulai dari keterangan kepala desa, beberapa berkas yang harus difoto kopi.

Ayah dan ibu Sutrisno mencari uang untuk menyelesaikan berkas-berkas yang diperlukan termasuk ongkos gurunya yang mengurus berkas ke kota kabupaten.

Setelah berkas persyaratan selesai, gurunya membantu mengirimkan berkasnya secara online karena Sutrisno tidak memiliki hanphone apa lagi laptop

“Semangat ya, Sutrisno! Ayah ibumu di desa cukup berdoa saja,"  kata gurunya menyemangati Sutrisno.

“Siap Pak,  saya akan berdoa termasuk orang tua saya,"  kata Sutrisno.

“Ya, kamu harus yakin bahwa kamu pasti bisa bersaing dengan peserta yang lain,” saran gurunya.

“Iya Pak terima kasih," kata Sutrisno.

“Sekarang kamu tinggal menunggu pengumumannya,” kata gurunya.

 

************

 

Hampir tiap hari Sutrisno menanyakan kepada gurunya. Sepertinya dia ingin segera tahu hasil pengumuman itu.

“Belum keluar ya, Pak,” tanya Sutrisno.

“Belum, nanti pasi bapak kabari kalau sudah ada pengumuman,” jawab gurunya.

“Ya, orang tua saya menyuruh saya untuk menanyakan, Pak,” kata Sutrisno.

“Tunggu saja, kamu kan masih belum lulus,” kata gurunya.

Ketika itu Sutrisno masuk sekolah seperti biasa. Sebelum bel istirahat ada pemberitahuan atau panggilan bahwa Sutrisno disuruh menghadap ke ruang guru. Dengan hati dag dig dug Sutrisno menuju ruang guru. Di ruang guru Sutrino disuruh menuju ruang BK.

“Assalamu alaikum,” sapa Sutrisno masuk ke ruang BK.

“Waalaikum salam, silakan masuk,” jawab guru BK-nya.

“Selamat,” lanjut gurunya sambil menyalami Sutrisno.

“Bagaiman, Pak,” tanya Sutrisno hampir tak percaya.

“Alhamdulillah, kamu diterima pada jurusan yang kamu pilih,” jelas gurunya.

“Alhamdulillah... terima kasih, Pak. Terus bagaimana caranya ini, Pak?” tanya Sutrisno lagi.

“Kamu harus menyetorkan berkas asli yang sudah dikirim online waktu lalu,” kata gurunya.

“Jadi harus datang ke kampus, ya Pak?” tanya Sutrisno.

“Ya, kamu berangkat untuk mendaftar ulang.”

“Tapi saya tidak berani berangkat sendiri, Pak,” kata Sutrisno.

“Maksudmu,” tanya gurunya sambil mengernyitkan dahinya.

“Tolong antarkan saya, Pak!” minta Sutrisno.

“Kan eman-eman ongkosnya kalau saya ikut ngantarkan,” jelas gurunya.

“Tidak apa-apa saya usahakan, Pak.” kata Sutrisno.

“Ya, silakan rembuk dulu dengan orang tuanya,” saran gurunya.

 

*********

Saat pulang sekolah Sutrisno langsung tancap gas menuju rumahnya. Dia sudah tidak sabar ingin memberi kabar kepada orang tuanya. Sampai di rumahnya dia lang memanggil ayah ibunya.

“Assalamu alaikum.....!”

“Waalaikum salam,” jawab ibunya yang sedang memasak di dapur.

“Alhamdulillah, Buk, aku berhasil diterima,” kabar Sutrisno.

“Minggu depan aku harus berangkat ke Malang bersama guruku.”

“Malang itu di mana, jauh ya, Nak?” tanya ibunya karena memang tidak tahu Malang itu di mana.

“Ya, kira-kira perjalanan enam jam dari sisi, Buk.”

“Aduh enam jam, naik apa itu?” kejar ibunya.

“Ya, naik Bus, Buk,” jawab Sutirno tanpa memberi tahu berapa ongkosnya ke sana.

“Ya, mudah-mudahan ayahmu dapat pekerjaan untuk buat ongkosnya,” kata ibunya terlihat senang bercampur susah.

“Doakan ya, Buk!” harap Sutrisno.

“Pasti ibu doakan yang terbaik untukmu, Nak,” kata ibunya.

Sutrisno agak berat memberi tahu ibunya tentang besar ongkos yang harus disiapkan untuk perjalanan ke Malang. Apa lagi dia harus menaggung ongkos gurunya yang akan mengantarkan ke sana. Dia duduk termenung menunggu kedatangan ayahnya. Dia berharap ayahnya terlihat senang menerima kabar ini. Dia juga berharap ayahnya memiliki uang tabungan untuk dibuat ongkos perjalanan ke Malang.


Selesai


Profil Penulis

           Penulis bernama lengkap Junaidi, kerap dipanggil Jun. Dia lahir dan dibesarkan di Sumenep. Sejak SD, dia sudah memiliki hobi membaca dan menulis. Selain itu dia memiliki bakat baca Qur an secara tartil.

         Junaidi memiliki segudang bakat dan pengalaman. Dia sering menjadi bintang tamu atau tokoh dalam sebuah drama komedi di komunitasnya. Selain bakat dalam aktor komedi dia juga jago dalam dunia bela diri yakni dunia persilatan.  

Kali ini dia bergabung dalam komunitas DUNIA LITERASI atas inisiatif gurunya. Menurutnya, dia baru mencoba menulis cerpen setelah diberi motivasi dan mendapat bimbingan langsung dari guru Bahasa Indonesianya.

 Selain itu dia juga termotivasi oleh kepala sekolahnya menulis cerpen untuk diikutkan program Nulis Bareng sebuah buku Antologi Cerpen Bersama karya siswa-siswi SMP/M.Ts se-Kabupaten Sumenep yang digagas oleh forum MGMP Bahasa Indonesia SMP/M.Ts. Kabupaten Sumenep.

Kali ini dia duduk di kelas akhir SMP Negeri 2 Ambunten. Pada periode 2021-2022 ini dia dipercaya sebagai ketua OSIS di sekolahnya.

 


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TASYAKURAN PELEPASAN KELAS IX SMP NEGERI 2 AMBUNTEN

  TASYAKURAN PELEPASAN KELAS IX SMP NEGERI 2 AMBUNTEN KABUPATEN SUMENEP - PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN PELAJARAN 2023-2024